Sabtu, 27 Juni 2020

Di Yogyakarta

Rasanya belum pernah ku melewati hari tanpa kerinduan. Terlebih di hari-hari bulan ramadhan ini. Rindu keluarga dan orang terdekat, tentu iya. Tapi bukan itu yang hendak ku ceritakan.

Sudah lebih tiga tahun sejak pertama kali ku menapaki kota pelajar ini. Selama itu pula aku menghuni kamar dua kali tiga ku. Di kostan ini ada lima kamar, dan masing-masing dihuni satu orang. Silih berganti tahun, silih berganti pula teman-temanku di kost. Ada yang keluar, juga ada yang masuk. Walau begitu aku cukup mengenal mereka. Aku bisa menebak dengan tepat siapa yang barusan masuk kost, hanya dengan mendengarkan langkah kakinya dari dalam kamarku. Aku juga tahu siapa yang terakhir keluar dari kamar mandi, hanya dengan melihat posisi gayung di bak. Yang terakhir inilah yang mengagetkanku pagi kemarin. Posisi gayung yang tertelungkup di tepi bak mengingatkanku pada seorang teman yang pernah mendiami kost ini. Dia adalah yang terakhir meninggalkan kost setelah menamatkan s2nya di matematika ugm. Ku buka lagi pintu kamar mandi yang baru saja ku tutup. Ku cari-cari, tak ada. Beberapa saat baru ku sadar, dia tak di sini.

Kejadian itu mengingatkan ku lagi pada sosok yang seumur hidup ku rindukan. Sosok yang membuatku cemburu pada Jalaluddin Rumi yang telah menemukan Syams at-Tabirizi, juga pada Plato yang sudah menemukan Socrates. Hanya saja, jika suatu nanti ku menemukannya, jangan pula dia mati di bunuh atau diracun. Dia kan jadi penentram dadaku yang bergetar merindukan Rabbku.

Malam takbir semakin dekat. Mungkin nanti bulir bening di mataku kan menitik. Namun, taklah menyurutkan tekadku tuk tetap di sini. "Pemuda minang memang tercipta untuk merantau," begitu kata seorang teman di kampung dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang baik hati. Komentar Mu sangat Ku nanti...