Senin, 05 Januari 2015

Sentuhan di waktu ashar

Kemarin, ashar. Aku berdiri di shaf ke dua. Beberapa saat setelah shalat dimulai. Lamat-lamat isak tangis terdengar tepat di belakangku. Kekhusukanku buyar. Aku larut merasakan susah payah jemaah yang di belakangku itu menahan tangisnya. Entah apa yang dirasakannya, yang pasti aku pun pernah merasakan hal yang sama dulu. Bertahun-tahun, tiap kali imam atau aku yang imam sampai pada ayat "ihdinashshirathal mustaqim...," tak kuasa ku membendung air mata yang menyesak keluar lewat kelopak mataku. Sulit ku mencari kata-kata tatkala ada yang bertanya, mengapa bisa sedemikian.Ini rasa, seumpama dingin yang menyelip masuk ke balik kulitmu. Hingga membuat rambut-rambut halus di kulitmu berdiri. Seperti halnya juga rindu yang bersangatan. Tatkala kau membuka album tua, kenangan kau bersama bapak yang telah mendahuluimu. Kau pandangin terus wajah bapakmu yang tersenyum padamu. Hingga tak sadar pandanganmu semakin buram karena genangan air mata di matamu. Pikiranmu melayang, menembus masa silam, saat canda tawa bersama bapak. Tangismu pun pecah menahan degupan kencang di dada. Air mata mengalir deras ke bibir, ke dagu membasahi album tua di tangamu.

Saat di hatimu hanya ada Allah. Hati tak kan henti memikirkan-Nya. Air mata begitu mudah gugur karena merindu. Duh rindu, tak bisakah cepat berlalu.