Jumat, 27 Desember 2013

" "

Sungguh tak mudah menjadi anak yang berbakti. Teramat beratnya, hingga mustahil kita mampu melakukan sesuatu yang benar-benar bisa membalas kebaikkan dan kepayahan yang dilakukan orang tua terhadap kita, anaknya.
Aku belum lagi sampai di titik, dimana punggungku memancarkan darah karena menggendong ibu dangan punggungku sejauh ratusan kilometer hingga tawaf 7x, dan seterusnya. Sungguh terlalu jauh dari semua itu.

Ku hanya bisa menangisi ketakmampuanku.
Duhai cinta yang takkan padam, maafkan aku....

Hari yang Sulit

Kata orang, hidup memang penuh lika-liku, kadang sulit kadang mudah, sedih, senang terus bergulir. Kamu akan lupa bagaimana rasanya sedih saat kamu di buai kesenangan. Kala kesedihan, kesukaran atau duka yang sedang merundung, kesenangan yang pernah (atau bahkan sering) kamu alami akan menguap bagai air yang terus-terus dipanasi, dan kemudian kering, hilang tak berbekas.

Kini aku sedang berada di lereng-lereng kegundahan, keterpurukkan akibat pilihan yang aku pilih, kemalasan yang merajai, hingga aku tak tahu lagi apa yang bisa lakukan. Mencaci diri karena sok pintar. Dimana aku (sebenarnya)?

Semua seakan menuding, tak ada yang peduli. Seakan semua musuh bagiku.
Kadang ini seperti bom waktu yang ku tanam sendiri.
Sungguh kondisi ini tak mudah bagiku. Rasanya aku mau jatuh, kakiku terasa tak sanggup bertahan di lereng nan curam ini.