Kamis, 30 Juli 2020

Sakitnya Kak Rumi

Ini adalah hari ke 4 Rumi dirawat inap di Rumah Sakit. Kondisinya sudah mulai membaik, namun dokter belum juga memberi izin untuk pulang. Seperti biasa, setelah magrib  aku keluar mencari makan malam. Di senja yang telah pekat ini aku mengarahkan motor ke area pertokoan kampus telanai UIN STS Jambi. Kami ingin tukar selera malam ini. Ayam penyet di Sambal Lalap menjadi pilihan. Mengingat harga yang lumayan, sekotak berdua tak apalah dengan umminya anak.

Motor ku parkir dekat seorang pengamen di sudut area parkir. Sesaat helm ku buka, alunan lagu-lagu lawas menelusuk ke telingaku. Ingin terpaku beberapa lama menikmati, namun ku putuskan tetap melangkah menuliskan menu yang ku pesan. Sembari menunggu, dari meja di depan kasir ku nikmati alunan musik lawas dengan gesekan biola yang begitu menyayat. Ingatanku mengembara ke dahan-dahan pohon di kampusku di Jogja. Malam serupa ini. Di saat-saat hatiku kacau. Di sanalah ku terisak menahan dada yang begitu sesak. Gesekan biola lagu-lagu lawas inilah yang menemaniku melewati kesunyian demi kesunyian. 

Tak sadar dadaku mulai penuh. Na'asnya lagi air mataku sudah sedari tadi jatuh. Beberapa orang di depan mejaku menatap keheranan. Wajah ku seka. Mencoba berpura tak terjadi apa-apa. Ku ambil handphone di saku celana. Ku tekan-tekan tulsnya sembari memikirkan siapa yang akan ku hubungi. 

Sebelum motor ku hidupkan, ku dekati bapak pengamen sambil melemparkan selembar uang kertas ke kantong di samping dia duduk. Ku tersenyum. Si bapak menatapku dengan tatapan seolah ia mengenalku. Terus hingga ku meninggalkannya jauh di belakang.