Oleh: Betri Wendra S.
13 Feb'13
Sudah
terlalu lama pemuda seperempat abad itu mematung. Matanya berbinar,
sepertinya beban pikiran begitu liar berkelabut di keningnya.
Malam
semakin larut. Ia mulai bersandar ke dinding teras masjid yang sudah
dari tadi tak berpenghuni. Ini bukan kali pertama baginya merenung
dalam-dalam tuk menemukan kepuasan bathinnya. Namun ini beda, Ia sedang
menanyai dirinya.
Mengapa seorang gadis begitu murahnya memperlihatkan sesuatu yg sangat berharga itu pada dirinya.
ya, sesuatu yg sangat berharga. Bahkan sungguh berlian sebesar telur
angsa sekalipun, tak seujung kuku jika dibandingkan dengannya.
Padahal baru tadi pagi Ia berkenalan dengan wanita itu. Wanita yang
ramah, pemilik wajah cantik yang gak mungkin lelaki manapun, hanya cukup
dengan memandangnya hanya dengan satu kali tatapan penuh kagum mereka.
Sepertinya wanita itu anak orang berada. Sungguh jelas dari tingkahnya
yg blak-blakan dengan sedikit manja yg gak bisa wanita itu sembunyikan.
Sebenarnya, Ia bukanlah seorang pemuda luar biasa seperti sosok yg
pernah dibacanya dalam kisah-kisah orang shalih yg tidak jadi berzina
dengan seorang wanita yg mengajaknya tuk berzina. Karena ingat janjinya
dengan Rasulullah, untuk tidak berbohong. Orang shalih itu malu kalau
harus jujur dihadapan Nabi, "Aku telah berzina". Hingga akhirya orang
shalih tsb gak jadi berzina.
Hanya saja, kisah kelam yg pernah
dialaminya begitu membuatnya merintih barkali-kali di kegelapan malam.
Mungkin Ia tak mau lagi menambah bintik-bintik legam di hatinya.
Dinginnya malam semakin menyelimuti tubuh pemuda itu. Kali ini, mulai
terdengar suara lirih: " Ya Rabb...Sungguh tak ada satupun NikmatMu yang
layak Ku dustakan".
waktu terus bergulir. Mungkin Ia akan terus bersandar di sana hingga subuh menjelang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang baik hati. Komentar Mu sangat Ku nanti...